Era Baru Kecerdasan Buatan: Munculnya Agentic AI yang Mengubah Dunia Kerja

 


Jakarta, 5 Agustus 2025 – Dunia teknologi kini memasuki fase baru yang menjanjikan perubahan besar dalam cara manusia bekerja dan berinteraksi dengan mesin. Teknologi kecerdasan buatan (AI) yang selama ini hanya berfungsi sebagai asisten, kini berevolusi menjadi entitas cerdas yang mampu bertindak sendiri. Inilah yang disebut sebagai Agentic AI — sebuah sistem AI otonom yang tidak hanya merespons perintah, tetapi mampu mengambil keputusan, menyusun strategi, dan menyelesaikan tugas-tugas kompleks secara mandiri.

Apa Itu Agentic AI?

Agentic AI berasal dari kata "agent" yang berarti agen atau pelaku. Teknologi ini dirancang agar sistem AI bisa menjalankan serangkaian aksi atau pekerjaan tanpa harus diberi instruksi berulang kali oleh manusia. Berbeda dengan AI konvensional seperti chatbot atau rekomendasi produk, Agentic AI dapat merencanakan, mengeksekusi, dan mengevaluasi tugas secara end-to-end.

Contohnya, jika AI generasi sebelumnya hanya bisa menjawab pertanyaan tentang laporan keuangan, maka Agentic AI bisa menyusun seluruh laporan keuangan berdasarkan data mentah, mengevaluasi risiko, menyarankan strategi bisnis, bahkan mengirimkan laporan tersebut ke pemangku kepentingan — semuanya tanpa campur tangan langsung dari manusia.

Penerapan di Dunia Nyata

Banyak perusahaan teknologi besar telah mulai mengembangkan dan mengimplementasikan Agentic AI dalam berbagai sektor. Misalnya:

  • Manajemen proyek: AI dapat mengatur jadwal kerja tim, mendeteksi potensi keterlambatan, dan memberikan solusi otomatis.

  • Penulisan laporan hukum dan riset: Sistem seperti CoCounsel Legal dari Thomson Reuters kini mampu merancang struktur riset hukum lengkap dalam waktu singkat.

  • Pengembangan perangkat lunak: AI seperti Cursor dari Anysphere membantu programmer menyusun, merevisi, dan memperbaiki kode secara mandiri.

Mengapa Ini Penting?

Menurut laporan terbaru dari Gartner, teknologi Agentic AI akan digunakan secara luas dalam dunia kerja dalam 3 tahun ke depan. Bahkan, mereka memprediksi bahwa pada tahun 2028, sekitar 15% dari seluruh keputusan kerja akan diambil oleh sistem AI otonom, bukan manusia.

Perubahan ini dianggap sebagai lompatan besar dalam efisiensi kerja. Tugas-tugas yang sebelumnya memakan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari kini bisa diselesaikan dalam hitungan menit. Selain itu, Agentic AI juga mengurangi kesalahan akibat faktor manusia seperti kelelahan, bias, atau ketidaktelitian.

Risiko dan Tantangan Etika

Meski membawa banyak manfaat, Agentic AI juga menimbulkan sejumlah kekhawatiran. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Kehilangan pekerjaan: Banyak pekerjaan administratif dan analitis yang berisiko tergantikan oleh AI.

  • Ketergantungan teknologi: Penggunaan AI secara berlebihan bisa membuat manusia kehilangan inisiatif berpikir kritis.

  • Pertanyaan hukum dan tanggung jawab: Jika AI membuat kesalahan, siapa yang bertanggung jawab? Pengembangnya, penggunanya, atau AI itu sendiri?

Karena itu, perlu adanya regulasi dan etika yang jelas dalam penggunaan Agentic AI agar teknologi ini tidak disalahgunakan atau berdampak negatif terhadap masyarakat.

Indonesia dan Peranannya

Indonesia mulai menapaki langkah menuju integrasi Agentic AI. Pemerintah melalui kerja sama dengan perusahaan global seperti NVIDIA dan Cisco, telah membentuk pusat pelatihan AI nasional. Hal ini bertujuan untuk mencetak satu juta talenta digital yang mampu memahami dan mengelola teknologi AI canggih, termasuk Agentic AI.

Selain itu, sektor startup di tanah air juga mulai bereksperimen dengan aplikasi AI otonom dalam bidang logistik, edukasi, dan layanan pelanggan.

Kesimpulan

Kemunculan Agentic AI menjadi bukti bahwa teknologi AI bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan mitra kerja yang bisa berpikir dan bertindak secara mandiri. Perkembangan ini akan membawa revolusi besar dalam dunia profesional, memaksa kita untuk beradaptasi dengan cepat, dan memanfaatkan potensi AI secara bijak.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama