Dalam beberapa bulan terakhir, tren regulasi cryptocurrency di Asia Tenggara menunjukkan arah yang semakin ketat. Pemerintah di kawasan ini mulai mengambil langkah lebih serius dalam mengatur aktivitas perdagangan aset digital, termasuk pengawasan terhadap exchange, pajak kripto, serta perlindungan konsumen. Langkah ini menandai pergeseran dari pendekatan “tunggu dan lihat” menjadi kebijakan aktif yang mempengaruhi pelaku industri dan investor ritel.
Indonesia Fokus pada Pajak dan Transparansi Transaksi
Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mempertegas rencananya untuk menghapus skema PPN pada transaksi kripto, namun menggantikannya dengan pendekatan pemotongan pajak final. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan mekanisme pelaporan dan meningkatkan kepatuhan. Pemerintah juga mulai mendorong integrasi data exchange lokal dengan sistem pelaporan perpajakan nasional untuk mencegah pencucian uang dan penghindaran pajak.
Selain itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sedang dalam proses merombak daftar koin yang diizinkan diperdagangkan di exchange dalam negeri, berdasarkan volume, fundamental proyek, dan kelayakan hukum.
Malaysia dan Filipina Perketat Izin Operasional Exchange
Di Malaysia, Securities Commission (SC) memperketat izin operasional platform perdagangan aset digital. Beberapa exchange lokal bahkan ditangguhkan sementara waktu karena tidak memenuhi persyaratan keamanan siber dan perlindungan data pengguna. Kebijakan ini sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran atas aktivitas ilegal, seperti pendanaan terorisme dan pencucian uang melalui aset kripto.
Sementara itu di Filipina, Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) menerbitkan kebijakan baru yang mewajibkan semua penyedia layanan kripto mendaftar ulang, menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga ekosistem kripto tetap sehat dan terpercaya. Kebijakan ini juga memberikan kerangka kerja bagi penggunaan stablecoin dalam transaksi lintas batas.
Singapura Lebih Ketat Setelah FTX dan Luna
Sebagai pusat kripto regional, Singapura mengadopsi pendekatan paling maju—namun juga paling tegas—dalam mengatur industri ini. Setelah keruntuhan FTX dan Terra Luna yang berdampak besar terhadap pengguna Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS) meluncurkan peraturan baru mengenai stablecoin dan iklan kripto.
MAS kini melarang perusahaan kripto untuk menargetkan iklan mereka kepada investor ritel secara agresif. Mereka juga meminta perusahaan penyedia dompet digital untuk meningkatkan sistem penyimpanan aset (custody) dengan standar seperti cold storage, audit berkala, dan penjaminan asuransi.
Dampak untuk Investor Ritel dan Perusahaan Kripto
Regulasi yang lebih ketat membawa dua dampak besar. Di satu sisi, ini meningkatkan keamanan dan kredibilitas industri, yang penting bagi adopsi jangka panjang. Namun di sisi lain, investor ritel menghadapi lebih banyak proses administratif, termasuk pelaporan pajak yang lebih kompleks, batasan leverage, dan pengawasan ketat terhadap token yang bisa diakses.
Perusahaan kripto yang beroperasi lintas negara juga perlu lebih berhati-hati dalam memilih yurisdiksi, memastikan kepatuhan hukum di setiap wilayah operasionalnya. Banyak startup mulai mempertimbangkan lisensi di negara-negara seperti Dubai atau Hong Kong yang dianggap lebih fleksibel namun tetap transparan.
Kesimpulan
Asia Tenggara tengah memasuki fase baru dalam evolusi regulasi cryptocurrency. Kebijakan yang lebih tegas diambil bukan untuk menghambat inovasi, melainkan untuk menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan. Bagi investor, penting untuk terus mengikuti perkembangan ini agar bisa menyesuaikan strategi investasi dan tetap berada di jalur hukum.