Sumo Datang ke London: Tradisi Jepang yang Menembus Batas Dunia



Ketika orang mendengar kata “sumo,” bayangan yang muncul biasanya adalah Jepang — negeri tempat para pegulat bertubuh besar saling dorong di atas arena bundar yang disebut dohyō. Namun pada tahun 2025 ini, sejarah baru tengah tercipta: untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, turnamen sumo resmi diselenggarakan di luar Jepang, tepatnya di kota London, Inggris.

Peristiwa ini bukan sekadar pertunjukan olahraga biasa, tetapi simbol dari bagaimana tradisi kuno bisa beradaptasi dan menembus batas budaya dunia modern. Dengan penonton dari berbagai negara dan sorotan media internasional, sumo kini sedang menapaki babak baru: menjadi olahraga global tanpa kehilangan jati diri Jepangnya.


1. Dari Kuil ke Arena Dunia

Sumo berakar dari ritual kuno Shinto di Jepang, yang awalnya dilakukan untuk memohon panen yang baik dan menghibur para dewa. Pada masa awal, sumo tidak memiliki aturan pasti — dua orang saling dorong dan tarik hingga satu terjatuh atau keluar dari lingkaran.

Seiring waktu, praktik ini berkembang menjadi olahraga resmi dengan struktur yang ketat. Di masa Edo (1603–1868), sumo mulai diatur sebagai profesi. Pegulat sumo atau rikishi menjalani pelatihan keras di tempat yang disebut heya (stabil pelatihan), di mana disiplin dan tradisi dijaga ketat.

Kini, sumo tidak hanya dianggap sebagai olahraga, melainkan juga sebagai warisan budaya Jepang. Setiap gerakan, busana, hingga upacara pembuka pertandingan memiliki makna spiritual. Dari situ terlihat bahwa sumo bukan sekadar “bertarung,” tapi juga “menghormati.”


2. Mengapa London?

Pertanyaan besar pun muncul: mengapa justru London yang terpilih sebagai tuan rumah turnamen internasional ini?

Ada beberapa alasan kuat di balik keputusan tersebut. Pertama, London dikenal sebagai kota multikultural yang sering menjadi pusat acara global. Masyarakatnya terbuka terhadap budaya luar, termasuk seni dan olahraga tradisional. Ini membuat sumo berpotensi diterima dengan antusias.

Kedua, Inggris memiliki sejarah panjang dalam menggelar ajang olahraga dunia, mulai dari sepak bola, tenis Wimbledon, hingga maraton internasional. Kehadiran sumo di kota ini menjadi warna baru dalam kalender olahraga mereka.

Ketiga, Asosiasi Sumo Jepang (Japan Sumo Association) memang sedang berusaha memperluas jangkauan olahraga ini ke kancah internasional. Setelah sukses dengan pertunjukan di Amerika dan Prancis beberapa tahun lalu, mereka melihat Eropa — khususnya Inggris — sebagai pasar baru yang potensial.

Turnamen di London kali ini diadakan di Royal Albert Hall, tempat legendaris yang biasa digunakan untuk konser, opera, dan pertunjukan seni kelas dunia. Menggelar sumo di sana adalah simbol pertemuan antara tradisi Timur dan kebudayaan Barat dalam satu arena megah.


3. Suasana dan Antusias Penonton

Sejak diumumkan, tiket turnamen sumo di London terjual cepat. Penonton datang bukan hanya dari Inggris, tetapi juga dari berbagai negara Eropa. Banyak yang penasaran ingin menyaksikan langsung bagaimana olahraga khas Jepang ini berlangsung.

Begitu memasuki arena, pengunjung disambut atmosfer unik. Lantai tengah Royal Albert Hall diubah menjadi dohyō besar, lengkap dengan pasir, tali jerami pembatas, serta altar kecil tempat para gyoji (wasit sumo) berdiri.

Sebelum pertandingan dimulai, upacara tradisional pembukaan dilakukan. Para pegulat masuk ke arena mengenakan kesho-mawashi — sabuk hias berwarna cerah yang penuh simbolisme. Musik tradisional Jepang mengalun lembut, menciptakan suasana yang sakral sekaligus menegangkan.

Menariknya, banyak penonton Barat yang ikut melakukan tradisi bertepuk tangan perlahan setiap kali pegulat memasuki arena — meniru kebiasaan penonton Jepang sebagai tanda penghormatan. Ini menunjukkan bahwa budaya bisa menyatu tanpa harus dipaksakan.


4. Pertarungan yang Menegangkan

Dalam turnamen ini, para pegulat yang tampil adalah kombinasi antara pegulat papan atas Jepang dan beberapa rikishi internasional yang telah berlatih di Jepang. Ada pegulat dari Mongolia, Amerika, hingga Georgia, yang semuanya telah melalui pelatihan disiplin khas sumo.

Setiap pertandingan berlangsung cepat, biasanya tidak lebih dari satu menit. Namun di balik singkatnya durasi itu, ada kekuatan besar dan strategi halus yang dimainkan. Seorang rikishi tidak hanya mengandalkan tenaga, tetapi juga teknik, keseimbangan, dan ketenangan.

Para penonton terlihat terpukau ketika seorang pegulat berhasil mengangkat lawannya keluar dari arena. Sorakan spontan menggema, namun segera disusul tepuk tangan hormat — mengikuti etika sumo yang menjunjung sportivitas dan ketenangan.


5. Lebih dari Sekadar Olahraga

Yang membuat sumo istimewa adalah filosofi di baliknya. Bagi masyarakat Jepang, sumo adalah bentuk penghormatan terhadap tubuh, disiplin, dan kekuatan mental. Seorang pegulat sumo menjalani kehidupan yang diatur ketat: pola makan, jam tidur, hingga cara berpakaian diatur oleh tradisi.

Mereka hidup di asrama khusus dan berlatih setiap hari sejak dini hari. Hidup dalam komunitas sumo berarti mengabdikan diri pada nilai-nilai seperti rasa hormat (rei), ketekunan (ganbaru), dan kejujuran (makoto).

Ketika nilai-nilai ini diperkenalkan kepada dunia Barat melalui turnamen di London, banyak yang melihatnya sebagai bentuk pertukaran budaya yang sangat berharga. Bukan hanya memperkenalkan olahraga baru, tetapi juga menanamkan filosofi hidup dari Timur.


6. Dampak Budaya dan Ekonomi

Kehadiran turnamen ini memberi dampak besar bagi kedua belah pihak. Bagi Jepang, ini adalah langkah penting dalam memperkenalkan sumo ke pasar global. Mereka berharap lebih banyak negara membuka akademi pelatihan sumo atau bahkan menyelenggarakan kejuaraan regional.

Bagi Inggris, acara ini menjadi daya tarik wisata baru. Ribuan turis datang untuk menyaksikan pertandingan, mencicipi kuliner Jepang, dan membeli suvenir bertema sumo. Banyak restoran Jepang di London yang melaporkan peningkatan pelanggan selama pekan turnamen berlangsung.

Selain itu, acara ini juga memperkuat hubungan budaya antara Jepang dan Inggris. Pemerintah kedua negara melihat kegiatan semacam ini sebagai diplomasi budaya yang efektif — lembut tapi berdampak besar.


7. Tantangan dan Harapan

Meski sukses besar, penyelenggaraan turnamen sumo di luar Jepang juga menimbulkan sejumlah tantangan. Beberapa penggemar tradisional di Jepang khawatir bahwa globalisasi sumo bisa mengubah nilai-nilai aslinya.

Namun pihak penyelenggara menegaskan bahwa semua aturan, ritual, dan etika tetap dijaga ketat. Pegulat asing pun diwajibkan mengikuti tata cara Jepang, termasuk salam, ritual shiko (mengangkat kaki untuk mengusir roh jahat), dan penghormatan kepada wasit.

Ke depan, Japan Sumo Association berencana menggelar turnamen serupa di negara lain seperti Kanada, Jerman, dan Australia. Tujuannya bukan untuk “menjual” budaya Jepang, tetapi untuk berbagi — agar lebih banyak orang memahami makna sejati dari olahraga ini.


8. Makna Globalisasi Sumo

Kisah sumo di London menggambarkan bahwa budaya bisa berkembang tanpa kehilangan identitas. Tradisi bukanlah sesuatu yang harus dibekukan di masa lalu, melainkan bisa tumbuh dan beradaptasi sesuai zaman.

Sumo kini menjadi contoh bagaimana olahraga dapat menjadi jembatan antarbangsa. Dalam satu arena, orang-orang dari berbagai latar belakang bisa berkumpul, belajar, dan saling menghormati. Tidak ada sekat bahasa atau negara; yang ada hanyalah semangat persaingan sehat dan rasa kagum terhadap tradisi yang telah berusia ribuan tahun.

Bagi banyak penonton Barat, pengalaman menonton sumo secara langsung menjadi sesuatu yang mengubah pandangan mereka tentang Jepang. Mereka tidak hanya melihatnya sebagai negara teknologi tinggi, tapi juga sebagai penjaga warisan budaya yang mendalam.


9. Penutup: Tradisi yang Menyentuh Dunia

Turnamen sumo di London tahun 2025 bukan sekadar acara olahraga, tetapi peristiwa budaya yang mempertemukan dua dunia — Timur dan Barat — dalam harmoni. Ia membuktikan bahwa nilai-nilai seperti hormat, disiplin, dan ketekunan bisa diterima di mana saja, bahkan di tengah dunia modern yang serba cepat.

Mungkin bagi sebagian orang, sumo hanyalah dua pria besar yang saling dorong. Namun di baliknya, ada filosofi kehidupan yang dalam: bagaimana menghadapi lawan dengan kehormatan, bagaimana kalah dengan martabat, dan bagaimana menang tanpa kesombongan.

Dengan keberhasilan turnamen ini, sumo telah melangkah keluar dari batas negaranya, dan kini berdiri sebagai simbol budaya dunia. London menjadi saksi bahwa tradisi kuno pun bisa tetap relevan — bahkan ketika ribuan kilometer jauhnya dari tempat asalnya.


Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama